Al-Muhafadzah `Ala al-Qadim al-Shalih Wa al-Akhdz Bi al-Jadid al-Ashlah
Islam sebagai sebuah agama tidaklah dinamis. Islam bersifat absolut, tetap dan tidak mungkin berubah. Namun yang perlu diperhatikan di sini adalah perbedaan antara Islam dan Pemahaman Islam. Jelas antara keduanya ada perbedaan. Seperti disebutkan tadi, bahwa Islam tidaklah berubah dan tidak bisa diubah oleh siapapun, yang berhak atas terjadinya perubahan itu hanyalah Tuhan. Karena Islam merupakan produk-Nya. Sementara, pemahaman terhadap Islam itu dinamis, tidak absolut, berubah-ubah, tergantung bagaimana kita memahami Islam selaras dengan konteks zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, laju pemikiran dan perdaban manusia. Maka kalau nanti ada perubahan tentang apa saja yang menyangkut Islam, masalahnya tidaklah pada Islam itu sendiri perubahan berlaku, tapi pengetahuan manusialah yang berkembang dan berdampak terhadap terjadinya perubahan dalam memahami Islam.
Lalu kaitannya dengan judul di atas adalah bahwa Islam yang kita anut sekarang adalah Islam yang dipahami orang-orang terdahulu dan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman saat ini. Dari itu diperlukan peremajaan kembali pemahaman terhadap Islam.
Sebelum melangkah lebih lanjut, mari kita bersama memahami ungkapan di atas. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti, “Menjaga (tradisi) terdahulu yang shaleh dan mengambil yang baru yang lebih shaleh”. Shaleh di sini maksudnya ialah sesuai, relevan dan bersifat relatif, tergantung perkembangan zaman. Dengan kata lain, kita tetap menjaga tradisi-tradisi masa lampau selama itu sesuai dan relevan dengan kondisi pada saat ini. Namun apabila sudah tidak relevan lagi, maka yang harus kita lakukan selanjutnya adalah mengganti dan merubahnya dengan cara mengambil sesuatu yang baru dan lebih sesuai dengan perkembangan yang ada. Ini bukan berarti kita menganggap tradisi-tradisi orang-orang terdahulu itu tidak baik. Kita tetap beranggapan bahwa apa yang lakukan itu baik, untuk zaman mereka. Tapi yang perlu mendapat perhatian di sini bukanlah baiknya semata. Lebih dari itu adalah kesesuaiannya dengan konteks kekinian. Karena tidak setiap yang baik pada masa dahulu itu sesuai untuk diterapkan pada masa kini. Maka dari itu, sudah seharusnya diperlukan upaya-upaya kongkrit dalam mencari hal-hal baru yang lebih layak untuk kita terapkan dewasa ini.
Seorang tokoh muda Islam Ahmad Wahib dalam catatan hariannya menyebutkan bahwa peletakan Ijmâ' dalam deretan struktur sumber pengambilan hukum berupa Al-Qur'an, Sunnah dan Ijmâ', sekarang sudah bukan jamannya lagi. Karena dalam dunia yang sudah berubah ini, induvidualisme kian menonjol. Makanya, cukuplah dengan Al-Qur'an dan Sunnah saja. Biarkan setiap orang memahami Al-Qur'an dan Sunnah menurut diri masing-masing. Berikan kepada mereka kebebasan untuk menggali ide-ide yang terkandung dalam kedua sumber tersebut, mengumpulkan, kemudian membawa ide-ide itu berinteraksi dengan kondisi sosial masa kini untuk selanjutnya melahirkan pemahaman baru terhadap Islam.
Perlu untuk diketahui, Islam sangat tidak suka kepada orang yang bertaklid kepada orang-orang terdahulu tanpa adanya usaha untuk mencari sendiri kebenaran yang ada. Sebab mereka (orang-orang terdahulu), mana kala kita bertaklid kepada mereka, belum tentu mereka akan bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan kelak di hari akhir. Setiap orang hanya akan disibukkan dengan memikirkan nasib dirinya sendiri, masa bodoh dengan urusan orang lain. Bahkan keluarga dan kerabatnya pun tak boleh mendapatkan kesempatan untuk sekedar hinggap dalam pikiran walau sejenak
Sudah waktunya kita mem-play kembali kebebasan yang selama ini di-pause. Sudah saatnya kita membebaskan diri dari penjara tradisi masa klasik. Islam diturunkan bukan untuk dijadikan bunga dalam kaca yang mudah dipandang, tapi susah dipegang. Islam diturunkan untuk kita pahami, untuk kita selami nilai-nilai kebenarannya. Sehingga dengan demikian kebenaran-kebenaran samawi Tuhan yang universal dapat kita bumikan demi kelangsungan hidup yang penuh dengan cinta dan kedamaian. Amien.
*) Aktif di MisCu (Al-Mu'ashir Study Club)
Islam sebagai sebuah agama tidaklah dinamis. Islam bersifat absolut, tetap dan tidak mungkin berubah. Namun yang perlu diperhatikan di sini adalah perbedaan antara Islam dan Pemahaman Islam. Jelas antara keduanya ada perbedaan. Seperti disebutkan tadi, bahwa Islam tidaklah berubah dan tidak bisa diubah oleh siapapun, yang berhak atas terjadinya perubahan itu hanyalah Tuhan. Karena Islam merupakan produk-Nya. Sementara, pemahaman terhadap Islam itu dinamis, tidak absolut, berubah-ubah, tergantung bagaimana kita memahami Islam selaras dengan konteks zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, laju pemikiran dan perdaban manusia. Maka kalau nanti ada perubahan tentang apa saja yang menyangkut Islam, masalahnya tidaklah pada Islam itu sendiri perubahan berlaku, tapi pengetahuan manusialah yang berkembang dan berdampak terhadap terjadinya perubahan dalam memahami Islam.
Lalu kaitannya dengan judul di atas adalah bahwa Islam yang kita anut sekarang adalah Islam yang dipahami orang-orang terdahulu dan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman saat ini. Dari itu diperlukan peremajaan kembali pemahaman terhadap Islam.
Sebelum melangkah lebih lanjut, mari kita bersama memahami ungkapan di atas. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti, “Menjaga (tradisi) terdahulu yang shaleh dan mengambil yang baru yang lebih shaleh”. Shaleh di sini maksudnya ialah sesuai, relevan dan bersifat relatif, tergantung perkembangan zaman. Dengan kata lain, kita tetap menjaga tradisi-tradisi masa lampau selama itu sesuai dan relevan dengan kondisi pada saat ini. Namun apabila sudah tidak relevan lagi, maka yang harus kita lakukan selanjutnya adalah mengganti dan merubahnya dengan cara mengambil sesuatu yang baru dan lebih sesuai dengan perkembangan yang ada. Ini bukan berarti kita menganggap tradisi-tradisi orang-orang terdahulu itu tidak baik. Kita tetap beranggapan bahwa apa yang lakukan itu baik, untuk zaman mereka. Tapi yang perlu mendapat perhatian di sini bukanlah baiknya semata. Lebih dari itu adalah kesesuaiannya dengan konteks kekinian. Karena tidak setiap yang baik pada masa dahulu itu sesuai untuk diterapkan pada masa kini. Maka dari itu, sudah seharusnya diperlukan upaya-upaya kongkrit dalam mencari hal-hal baru yang lebih layak untuk kita terapkan dewasa ini.
Seorang tokoh muda Islam Ahmad Wahib dalam catatan hariannya menyebutkan bahwa peletakan Ijmâ' dalam deretan struktur sumber pengambilan hukum berupa Al-Qur'an, Sunnah dan Ijmâ', sekarang sudah bukan jamannya lagi. Karena dalam dunia yang sudah berubah ini, induvidualisme kian menonjol. Makanya, cukuplah dengan Al-Qur'an dan Sunnah saja. Biarkan setiap orang memahami Al-Qur'an dan Sunnah menurut diri masing-masing. Berikan kepada mereka kebebasan untuk menggali ide-ide yang terkandung dalam kedua sumber tersebut, mengumpulkan, kemudian membawa ide-ide itu berinteraksi dengan kondisi sosial masa kini untuk selanjutnya melahirkan pemahaman baru terhadap Islam.
Perlu untuk diketahui, Islam sangat tidak suka kepada orang yang bertaklid kepada orang-orang terdahulu tanpa adanya usaha untuk mencari sendiri kebenaran yang ada. Sebab mereka (orang-orang terdahulu), mana kala kita bertaklid kepada mereka, belum tentu mereka akan bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan kelak di hari akhir. Setiap orang hanya akan disibukkan dengan memikirkan nasib dirinya sendiri, masa bodoh dengan urusan orang lain. Bahkan keluarga dan kerabatnya pun tak boleh mendapatkan kesempatan untuk sekedar hinggap dalam pikiran walau sejenak
Sudah waktunya kita mem-play kembali kebebasan yang selama ini di-pause. Sudah saatnya kita membebaskan diri dari penjara tradisi masa klasik. Islam diturunkan bukan untuk dijadikan bunga dalam kaca yang mudah dipandang, tapi susah dipegang. Islam diturunkan untuk kita pahami, untuk kita selami nilai-nilai kebenarannya. Sehingga dengan demikian kebenaran-kebenaran samawi Tuhan yang universal dapat kita bumikan demi kelangsungan hidup yang penuh dengan cinta dan kedamaian. Amien.
*) Aktif di MisCu (Al-Mu'ashir Study Club)