**SELAMAT DATANG DI BLOG KEDAMAIAN**
MENCERAHKAN DAN HUMANIS
Monday, March 27, 2006
Timur Tengah dan Terorisme


Terorisme merupakan fenomena dunia. Di negara manapun gejala-gejala terorisme itu hampir dipastikan ada. Ia ibaratkan virus yang sudah menular dan sulit dihilangkan. Tapi di sini tidak akan dibahas tentang gejala terorisme secara universal, saya hanya akan memfokuskan pembahasan pada sejarah lahirnya terorisme di Timur Tengah.

Untuk mengetahui dan memahami sejarah lahirnya terorisme di Timur Tengah, kita harus merujuk kepada masa lalu, guna menemukan unsur-unsur dasar yang memang menjadi karakter khas bangsa Arab pada masa Jahiliyah —masa pra Islam. Dan yang penting, bagaimana karakter tersebut meracuni kepribadian sebagian kaum Muslimin dan mengarahkan mereka pada kekerasan dan berbias pada terorisme.

Menurut Muhammad Said Asmawi, ada beberapa unsur yang melatarbelakangi terjadinya terorisme di Timur Tengah, yang merupakan karakter khas bangsa Arab pada masa lalu. Pertama, fanatisme kabilah. Jauh sebelum Islam datang—masa Jahiliyah—, di Semenanjung Jazirah Arab tidak ada satu pun negara yang berdiri. Mereka (orang-orang Jazirah Arab) hanya terbagi-bagi menjadi beberapa kabilah. Mereka tidak tunduk kepada hukum atau aturan apapun. Mereka hanya tunduk pada kabilah masing-masing. Maka wajar kalau fanatisme kabilah lebih mengakar kuat dari pada yang lain, termasuk agama.

Kedua, budaya berlebih-lebihan. Salah satu karakter bangsa Arab Jahiliyah adalah suka berlebih lebihan dalam segala hal, baik itu ke kiri ataupun ke kanan. Mereka sama sekali tidak bisa bersikap tawassut (moderat). Mereka tidak pernah mengerti bahwa sikap berlebih-lebihan itu justru akan menghantarkan mereka ke dalam jurang kebinasaan.

Ketiga, konflik yang berkepanjangan. Orang-orang Arab pada masa Jahiliyah melihat sifat berani (syaja'ah) sebagai sifat yang mulia dan terpuji. Sifat berani semacam ini sangat dibutuhkan di kala terjadi konflik antarkabilah. Setiap pemuda —dengan sifat berani yang dimiliki— berlomba-lomba untuk menjadi pahlawan. Namun patut disayangkan bahwa sifat tersebut acap kali menjadi sebab terjadinya kekerasan dan penindasan terhadap kaum lemah. Inilah tiga unsur pokok yang menurut Dr. Muhammad Said Asmawi merupakan dasar yang melatarbelakangi terjadinya terorisme di Timur Tengah
.
Sebenarnya, ketika Islam datang —yaitu pada masa Nabi Muhammad (570–632 M) dan masa dua Khalifah setelahnya, Abu Bakar (632–634 M) dan Umar (634–644 M)— ketiga watak masyarakat Arab yang disebutkan di atas, sudah bisa diredam. Al-Quran sendiri menjelaskan bagaimana usaha Islam dalam merubah fanatisme kabilah dengan Ukhuwah Islamiyah, yang melihat manusia semua sama di mata Tuhan. Salah satu ayat dalam Alquran menyebutkan "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kami menciptakanmu dari laki-laki dan perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu bisa saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang bertakwa". (QS. 49:13). Tidak hanya itu, Islam juga berusaha untuk menghilangkan budaya berlebih-lebihan, " Dan kami jadikan kamu umat yang moderat " (QS. 2:143).

Kemudian di antara usaha Islam yang lain adalah memposisikan sifat berani pada jihad melawan nafsu (diri), bukan untuk menindas dan mencelakai orang lain, "Orang yang kuat (berani) itu bukanlah (yang gemar) bergulat, tapi orang kuat itu adalah orang yang mampu mengendalikan nafsunya ketika sedang marah" (Hadits).

Namun waktu yang singkat tersebut —masa Nabi Muhammad dan masa dua Khalifah setelahnya, Abu Bakar dan Umar— ternyata tidak cukup mampu menghilangkan sesuatu yang telah mengakar cukup kuat dan mendarah daging pada setiap jiwa orang-orang Arab masa itu. Tatkala pemerintahan Umar berakhir, ketiga watak tersebut 'bangkit dari kuburnya'. Pemaha­man terhadap Islam pun tidak lagi murni, justru bercampur aduk dengan fanatisme kabilah. Bahkan sejarah Islam menjadi sejarah konflik antar kabilah (kelompok) dan antar kepentingan.

Hal itu terjadi karena Usman —sebagai khalifah ke III— terlalu 'nepotis'. Sebab yang duduk sebagai pejabat-pejabatnya sebagian besar adalah keluarganya sendiri yang berasal dari bani Umayyah. Tentunya wajar kalau bani Hasyim yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib merasa iri dan merasa tidak dianggap. Maka terjadilah konflik antara kedua kelompok tersebut dan berakhir dengan pembunuhan terhadap Usman.

Setelah Usman wafat, Ali bin Abi Thalib dinobatkan sebagai khalifah. Tapi ternyata pemerintahan Ali tidaklah berjalan mulus. Sebab Mu'awiyah bin Abi Sufyan yang berasal dari bani Umayyah merasa tidak terima dengan pengangkatan Ali sebagai khalifah. Bahkan dengan terang-terangan Mua'wiyah menyuruh Ali untuk turun dari kursi kekhalifaan dengan tuduhan bahwa Ali telah terlibat dalam pembunuhan terhadap Usman. Maka sekali lagi konflik terjadi, dan berujung pula dengan terbunuhnya Ali. Konflik-konflik semacam itu terus berlanjut dengan aksi-aksi teror hingga dewasa ini, dan mencoreng nama baik Islam sebagai agama rahmatan li al-a'lamin.

Seperti yang dikatakan di atas bahwa terorisme adalah fenomena Internasional, tidak terjadi sebatas di Timur Tengah saja. Tapi, yang membedakan antara terorisme di Timur Tengah dan yang lainnya adalah bahwa aksi-aksi teror yang ada di Timur Tengah itu bercampur aduk dengan pemahaman terhadap agama. Dengan kata lain, bahwa agama —terutama Islam— sering kali dijadikan alat untuk menjustifikasi aksi teror tersebut.
 
posted by Roland Gunawan at 4:41 AM | Permalink |


0 Comments:





"TERIMA KASIH ANDA TELAH MAMPIR DI SINI"