Saya hanya berharap mudah-mudahan Reuni Akbar akan ada hasilnya sesuai dengan tema yang ada, artinya tidak hanya menjadi pertemuan orang-orang besar. Bisa saja hubungan antar alumni bisa terwujud secara harmonis, akan tetapi jika pada akhirnya tidak membawa sesuati yang berarti bagi masyarakat Islam, buat apa Reuni Akbar ini diadakan. Paling tidak Reuni Akbar akan memperlihatkan bahwa tidak semua alumni al-Azhar mempunyai pandangan sama dengan al-Azhar, banyak dari mereka menjadi besar bukan karena murni bentukan al-Azhar, dengan kata lain titel boleh saja diperoleh dari al-Azhar, tapi jiwa dan pemikiran tetap menjadi hak pribadi, bentukan pribadi
Kita akan melihat nanti, ketika orang-orang besar itu, dengan pola pandang yang berbeda-beda, berkumpul pada Reuni tersebut, setiap orang mengeluarkan pendapatnya, kemudian yang lain menimpalinya, kalau ini lakukan dengan adanya sikap saling terbuka sehingga pada akhirnya memunculkan kesepakatan bersama, saya anggap pertemuan ini berhasil, tetapi jika hanya menyisakan setumpuk masalah yang tak kunjung selesai berkenaan dengan masa depan umat Islam, saya anggap pertemuan ini gagal.
Kita melihat alumni-alumni al-Azhar banyak terjun di dunia pendidikan, di antara mereka ada yang mengajar di Universitas-universitas besar dengan sistem dan kurikulum pendidikan yang tentunya lebih canggih dari al-Azhar sendiri, saya harap mereka ini dapat dan mau menawarkan pandangan-pandangannya berdasarkan pengalamannya selama mengajar, dan al-Azhar sendiri harus lebih terbuka menerima gagasan-gagasan cemerlang dari para alumninya demi kebaikannya di masa-masa yang akan datang, al-Azhar harus terbuka terhadap perubahan, baik sistem maupun kurikulum pendidikannya, agar ia tetap eksis, agar namanya sebagai Universitas tertua tidak menampakkan sikap orang yang benar-benar tua renta yang pikun yang menolak perubahan yang ditawarkan oleh anak-anaknya, umur boleh tertua, tapi jiwa dan pikiran harus tetap selalu muda. Zaman akan terus berubah, masa kini, di masa mendatang akan berubah menjadi masa lampau, jadi tidak ada yang tetap, tidak ada yang berjalan di tempat. Tuhan saja, ketika mencabut nyawa salah seorang hamba-Nya, maka akan diganti dengan hamba yang lain, makanya saya harap al-Azhar juga begitu, mau berubah.
Sekarang tantangan semakin besar. Katakanlah banyak orang yang mau belajar Islam, tapi apa yang dapat diberikan Islam, apa yang dapat diberikan al-Azhar, apakah hanya al-Qur'an saja, atau hadis saja, fikih saja, tafsir saja, ini tidak cukup. Harus ditambahi dengan hal-hal lain yang saat ini juga diperlukan. Yang dilakukan al-Azhar masih al-Muhafazhah `ala al-Qadim al-Shalih, belum melakukan al-Akhdz bi al-Jadid al-Ashlah. Saya kira al-Muhafazhah yang dilakukan al-Azhar sudah cukup, sekarang bagaimana melakukan al-Akhdz. Al-Azhar memang kaya, tapi kekayaan apapun kalau tidak dikelola dengan baik, lama-lama akan habis juga.
Kalau saya gambarkan, al-Azhar sudah diwarisi kekayaan yang sangat berharga berupa nomenklatur tradisi, tapi sayangnya al-Azhar tidak punya cara untuk mengelolanya. Ini sama seperti kalau kita diberi warisan oleh orang tua kita berupa harta, tapi sayang kita tidak berusaha mengembangkannya, setiap hari kita makan saja harta itu, lama-lama harta itu akan habis, lalu apa yang akan kita makan untuk masa selanjutnya? al-Azhar diberi kekayaan berupa tradisi oleh orang-orang terdahulu, tapi kekayaan itu sekarang sudah mulai habis, setiap hari yang diajari itu-itu saja, semua sudah habis dipelajari, lalu apa yang dapat diberikan untuk umat Islam di masa mendatang, kehidupan umat Islam di masa mendatang tidak sama dengan kehidupan umat Islam di masa kini. Makanya al-Akhdz harus segera dilakukan, jangan ditunda-tunda, sebelum pada akhirnya al-Azhar menjadi Miskin...
Reuni Akbar saat ini menjadi moment yang cocok bagi al-Azhar untuk menyaring pendapat-pendapat serta gagasan-gagasan para alumninya yang sudah pada sukses, kemudian pendapat-pendapat itu digodog agar menjadi sebuah konsep pendidikan yang matang untuk diterapkan di al-Azhar sendiri demi kelangsungan hidupnya di masa-masa yang akan datang. Inilah yang saya maksud dengan al-Akhdz, yang jelas al-Akhdz mengharuskan al-Azhar banyak belajar dari orang lain, bahkan dari Baratpun al-Azhar harus banyak belajar, di Barat banyak hal yang harus dipelajari al-Azhar, terutama metodologi dan strategi.
Kita akan melihat nanti, ketika orang-orang besar itu, dengan pola pandang yang berbeda-beda, berkumpul pada Reuni tersebut, setiap orang mengeluarkan pendapatnya, kemudian yang lain menimpalinya, kalau ini lakukan dengan adanya sikap saling terbuka sehingga pada akhirnya memunculkan kesepakatan bersama, saya anggap pertemuan ini berhasil, tetapi jika hanya menyisakan setumpuk masalah yang tak kunjung selesai berkenaan dengan masa depan umat Islam, saya anggap pertemuan ini gagal.
Kita melihat alumni-alumni al-Azhar banyak terjun di dunia pendidikan, di antara mereka ada yang mengajar di Universitas-universitas besar dengan sistem dan kurikulum pendidikan yang tentunya lebih canggih dari al-Azhar sendiri, saya harap mereka ini dapat dan mau menawarkan pandangan-pandangannya berdasarkan pengalamannya selama mengajar, dan al-Azhar sendiri harus lebih terbuka menerima gagasan-gagasan cemerlang dari para alumninya demi kebaikannya di masa-masa yang akan datang, al-Azhar harus terbuka terhadap perubahan, baik sistem maupun kurikulum pendidikannya, agar ia tetap eksis, agar namanya sebagai Universitas tertua tidak menampakkan sikap orang yang benar-benar tua renta yang pikun yang menolak perubahan yang ditawarkan oleh anak-anaknya, umur boleh tertua, tapi jiwa dan pikiran harus tetap selalu muda. Zaman akan terus berubah, masa kini, di masa mendatang akan berubah menjadi masa lampau, jadi tidak ada yang tetap, tidak ada yang berjalan di tempat. Tuhan saja, ketika mencabut nyawa salah seorang hamba-Nya, maka akan diganti dengan hamba yang lain, makanya saya harap al-Azhar juga begitu, mau berubah.
Sekarang tantangan semakin besar. Katakanlah banyak orang yang mau belajar Islam, tapi apa yang dapat diberikan Islam, apa yang dapat diberikan al-Azhar, apakah hanya al-Qur'an saja, atau hadis saja, fikih saja, tafsir saja, ini tidak cukup. Harus ditambahi dengan hal-hal lain yang saat ini juga diperlukan. Yang dilakukan al-Azhar masih al-Muhafazhah `ala al-Qadim al-Shalih, belum melakukan al-Akhdz bi al-Jadid al-Ashlah. Saya kira al-Muhafazhah yang dilakukan al-Azhar sudah cukup, sekarang bagaimana melakukan al-Akhdz. Al-Azhar memang kaya, tapi kekayaan apapun kalau tidak dikelola dengan baik, lama-lama akan habis juga.
Kalau saya gambarkan, al-Azhar sudah diwarisi kekayaan yang sangat berharga berupa nomenklatur tradisi, tapi sayangnya al-Azhar tidak punya cara untuk mengelolanya. Ini sama seperti kalau kita diberi warisan oleh orang tua kita berupa harta, tapi sayang kita tidak berusaha mengembangkannya, setiap hari kita makan saja harta itu, lama-lama harta itu akan habis, lalu apa yang akan kita makan untuk masa selanjutnya? al-Azhar diberi kekayaan berupa tradisi oleh orang-orang terdahulu, tapi kekayaan itu sekarang sudah mulai habis, setiap hari yang diajari itu-itu saja, semua sudah habis dipelajari, lalu apa yang dapat diberikan untuk umat Islam di masa mendatang, kehidupan umat Islam di masa mendatang tidak sama dengan kehidupan umat Islam di masa kini. Makanya al-Akhdz harus segera dilakukan, jangan ditunda-tunda, sebelum pada akhirnya al-Azhar menjadi Miskin...
Reuni Akbar saat ini menjadi moment yang cocok bagi al-Azhar untuk menyaring pendapat-pendapat serta gagasan-gagasan para alumninya yang sudah pada sukses, kemudian pendapat-pendapat itu digodog agar menjadi sebuah konsep pendidikan yang matang untuk diterapkan di al-Azhar sendiri demi kelangsungan hidupnya di masa-masa yang akan datang. Inilah yang saya maksud dengan al-Akhdz, yang jelas al-Akhdz mengharuskan al-Azhar banyak belajar dari orang lain, bahkan dari Baratpun al-Azhar harus banyak belajar, di Barat banyak hal yang harus dipelajari al-Azhar, terutama metodologi dan strategi.
Saya terkesan dengan Dr. Luthfi Assyaukani ketika mengatakan, "Keunggulan studi di Barat adalah pada aspek metodologi dan juga strategi. Yang saya maksud dengan strategi adalah bagaimana menguasai materi yang begitu banyak seefisien mungkin. Saya pernah belajar di Timur Tengah hampir tujuh tahun, tapi saya merasa semua ilmu yang saya dapatkan semestinya bisa diperoleh hanya dengan dua tahun, jika metodologi dan strateginya benar."
Saya harap semua menyadari hal ini..............
Saya harap semua menyadari hal ini..............