**SELAMAT DATANG DI BLOG KEDAMAIAN**
MENCERAHKAN DAN HUMANIS
Sunday, November 12, 2006
Tentang Niqab

Sebagai basa-basi saja, saya ingin sedikit bercerita. Pernah suatu saat saya mendapatkan email pribadi dari seorang perempuan, gara-garannya ketika dalam suatu forum debat kandidat presiden PPMI saya sempat melontarkan pendapat bahwa perempuan boleh menjadi presiden. Oleh salah seorang pendebat, yang kebetulan adalah seorang perempuan, saya ditanya; “Bagaimana Anda akan memperlakukan kaum perempuan kalau Anda nanti benar-benar terpilih menjadi Presiden PPMI (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa/i Indonesia), sebab selama ini kaum cewek cenderung dianaktirikan oleh PPMI?” Ditanya seperti itu, saya katakan saja, kalau saya benar-benar menjadi presiden PPMI, saya akan membubarkan WIHDAH biar melebur dengan PPMI, sehingga dalam tubuh organisasi induk PPMI, kaum perempuan (para mahasiswi) nantinya dapat menduduki jabatan-jabatan strategis sebagaimana kaum laki-laki (para mahasiswa), dan untuk tahun-tahun selanjutnya kaum perempuan dapat juga menjadi kandidat presiden PPMI. Untuk memperkuat statemen, saya banyak menggunakan dalil-dalil dari al-Qur’an dan hadis, tak lupa saya juga menyebutkan bukti-bukti sejarah.

Saya yakin, kenapa saya tidak terpilih menjadi presiden PPMI, salah satu faktornya adalah karena gagasan saya tadi; membubarkan WIHDAH dan meleburnya dengan PPMI. Dan itu pulalah yang rupa-rupanya memancing seorang cewek mengirim email pribadi kepada saya. Isinya tidak banyak, dia hanya berkata pada saya begini: “Anda ini siapa, kok berani-beraninya menentang syariat, membolehkan perempuan menjadi presiden? Anda ini siapa, kok berani-beraninya ingin membubarkan WIHDAH dan meleburnya dengan PPMI?”

Saya sudah merasa, kalau saya jawab atau memberi tanggapan, maka yang akan terjadi bukanlah dialog yang sehat, yang akan terjadi adalah “debat kusir”; tidak akan ada sikap saling memahami dan menghargai perbedaan pendapat. Bagaimana tidak, saya sudah dianggap menentang atau melanggar syariat!!! Kalau saya tanggapi, dia akan tetap menganggap saya menentang syariat. Saya cukup sadar, membikin kesal orang itu dosa. Juga, kesal terhadap orang tanpa berusaha untuk memahaminya, itu juga dosa. Makanya, daripada semakin membuatnya kesal pada saya, dalam arti itu akan menambah dosa, lebih baik saya diam.

Dan baru tanggal 9 November kemarin saya mendapat email pribadi dari seorang perempuan sebagai tanggapan terhadap tulisan berjudul “Niqab Bukan Ajaran Islam” karya Dr. Ahmad Shauqie al-Fanjary, seorang peneliti dan pemikir Islam Mesir, yang sebelumnya saya posting di milist IKBAL, Info PMIK dan KMNU. Tulisan tersebut saya terjemahkan dari majalah Rosa El Yossef, Edisi 4088, 14 Oktober 2006 M.

Berbeda dengan sebelumnya, pada email perempuan ini, ada hal baru yang terkandung dalam beberapa hal di antaranya, kualitas kepribadiannya yang saya tahu cukup bagus, signifikansi kultural dan intelektual pendapat yang disampaikannya kepada saya, kemudian pola penyikapannya terhadap perbedaan pendapat; tidak memaksakan pendapat terhadap orang lain. Semua ini memotivasi saya untuk sedikit menyampaikan tanggapan balik. Dalam hal ini saya akan menyampaikan beberapa hal berikut:

Pertama, perlu dipahami bahwa tulisan yang saya posting tempo hari bukanlah tulisan saya pribadi. Kedua, saya sudah membaca pelbagai tanggapan di milis. Dari tanggapan-tanggapan yang ada, hampir semuanya sepakat; seolah-olah sayalah yang menulis itu, atau, dengan memosting tulisan itu, berarti saya sudah setuju 100% terhadap seluruh gagasan yang ada di dalamnya. Ketiga, hingga saat ini saya masih belum memberikan pendapat saya mengenai masalah itu, maksudnya saya belum mengambil sikap; apakah saya setuju terhadap seluruh gagasan dalam tulisan itu atau tidak.

Di milis PMIK, dalam salah satu tanggapan yang ditulis oleh seorang mahasiswi, ada ucapan seperti ini: “Astaghfirullah, Na`udzubillah, kok ada mahasiswa al-Azhar berpendapat seperti itu?” Lalu dalam tulisan perempuan yang masuk ke email pribadi saya ada kata-kata: “Saya ingin menunjukkan kepada antum pendapat berbeda dari saya.”

Saya tidak tahu, apakah mahasiswi tersebut beranggapan bahwa itu adalah tulisan saya, ataukah dia beranggapan bahwa saya menyetujui tulisan itu?! Saya juga tidak tahu, dengan email pribadinya, perempuan tersebut ingin menunjukkan pendapat yang berbeda dengan siapa, dengan saya atau dengan tulisan yang saya posting itu? Tidak jelas. Harus diakui, saya memang salah, sebelum-sebelumnya saya hanya diam, tidak memberikan komentar yang menggambarkan sikap saya terhadap masalah niqab. Dan saya sadari, ternyata sikap diam tidak selamanya menguntungkan, malah menimbulkan “salah sangka”.

Lantas bagaimana saya menyikapi masalah niqab? Saya selalu berusaha untuk bersikap adil. Maaf saya bukan seorang oportunis yang suka memanfaatkan moment; membaca pendapat orang lain yang baik, lalu saya berpendapat yang sama. Yang jelas, saya tetap menghargai pendapat orang lain asalkan itu disertai dengan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan; siapapun dia. Saya tidak pernah membenci perempuan berniqab, silahkan siapa saja boleh menggunakannya. Silahkan orang mau jadi apa, mau jadi liberal, mau jadi fundamental, mau jadi kanan, mau jadi kiri. Saya tetap menjunjung kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat, asalkan tentu saja, tidak mengganggu kebebasan orang lain. Hanya saja, saya tidak suka ketika niqab itu dipaksakan kepada orang lain; semua perempuan Muslimah wajib menggunakan niqab, kalau tidak maka dia telah melanggar syariat. Tidak sedikit orang yang berdapat seperti ini, salah satu contohnya adalah orang-orang Wahabi. Peristiwa kematian 37 siswi sekolah karena kebakaran di Arab Saudi disebabkan oleh pemahaman seperti itu.
 
posted by Roland Gunawan at 5:29 AM | Permalink |


0 Comments:





"TERIMA KASIH ANDA TELAH MAMPIR DI SINI"